Kamis, 23 Mei 2013

Persepsi Dan Partisipasi Masyarakat terhadap Program Keluarga Berencana



BAB I

Pendahuluan





1.1.LATAR BELAKANG
Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang sekarang ini sedang diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah dan rakyat Indonesia. Kalau pembangunan itu adalah pembangunan manusia, maka kelahiran manusia itupun harus diatur. Pengaturan itu harus diadakan, agar supaya kenaikan produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan kelahiran anak. Hal yang ditakutkan itupun terjadi pada masa sekarang ini, dimana kelahiran anak mengalahkan kenaikan produksi terutama produksi pangan. Di samping itu pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan pertumbuhan yang cukup dalam produksi nasional dapat juga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitaan dengan kurangnya fasilitas pendidikan, kurangnya penyediaan makanan, pelayanan kesehatan, kesempatan kerja, dan lain sebagainya. Usaha perencanaan keluarga harus dilakukan sedemikian rupa supaya tidak bertentangan dengan hukum yang berjalan dinegeri ini, juga tidak bertentangan dengan ajaran agama yang merupakan sumber rasa susila dan rasa perikemanusiaan. Ini semua harus diatur oleh pemerintah dan harus didukung pula oleh segenap rakyat. Suksesnya suatu program dalam hal ini program keluarga berencana, tergantung dari aktif atau tidak aktifnya partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut. Sehingga dalam posisi ini peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran dan keberhasilan program tersebut dan tercapainya tujuan secara mantap. Program Keluarga Berencana dicanangkan dalam rangka usaha pemerintah untuk membangun manusia Indonesia yang berkualitas. Pada dasarnya
pemerintah berkeinginan untuk membuat perubahan dari suatu kondisi tertentu ke keadaan lain yang lebih bernilai. Agar proses perubahan itu dapat menjangkau sasaran-sasaran perubahan keadaan yang lebih baik dan dapat digunakan sebagai pengendali masa depan, di dalam melaksanakan pembangunan itu perlu sekali memperhatikan segi manusianya. Karena dalam arti proses, pembangunan itu menyangkut makna bahwa manusia itu obyek pembangunan dan sekaligus subyek pembangunan. Sebagai subyek pembangunan manusia harus diperhitungkan, sebab dia punya nilai dan potensi yang luar biasa. Oleh karena itu, di dalam pembangunan perlu sekali mengajak subyek tadi untuk ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan secara berkelanjutan (Pasaribu dan Simanjntak, 1986: 62).
Kaitannya dengan peran serta masyarakat dalam program tertentu, peranan tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal sangat penting terutama dalam mempengaruhi, memberi contoh, dan menggerakkan keterlibatan seluruh warga masyarakat di lingkungannya guna mendukung keberhasilan program. Apalagi dimasyarakat pedesaan, peran tersebut menjadi faktor determinan karena kedudukan para tokoh masyarakat masih sangat kuat pengaruhnya, bahkan sering menjadi tokoh panutan dalam segala kegiatan hidup sehari-hari warga masyarakat. Persepsi warga masyarakat terhadap program tertentu merupakan landasan atau dasar utama bagi timbulnya kesediaan untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam setiap kegiatan program tersebut. Makna positif atau negatif sebagai hasil persepsi seseorang terhadap program akan menjadi pendorong atau penghambat baginya untuk berperan dalam kegiatannya.
Berbagai hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan sering mengakibatkan warga masyarakat kurang mampu bersikap terbuka untuk secara jujur menyatakan persepsi dan pandangannya tentang suatu program yang diselenggarakan pemerintah. Karena sering dilandasi oleh persepsi yang kurang positif maka keterlibatan yang ada sering merupakan partisipasi semu. Keadaan yang demikian itu bila sering terjadi maka akan berakibat kurang lancarnya kegiatan sesuaii dengan rencana sehingga menyulitkan usaha pencapaian tujuan program secara utuh dan mantap (Sutopo, 1996: 132). Hambatan yang sering muncul ketika psrtisipasi masyarakat terhadap suatu program pemerintah kurang maksimal bisa secara internal, berupa hambatan sosio-kultural, dan eksternal, hambatan dari birokrasi pemerintah (Miftah Thoha,tth: 11-17)
Hambatan internal, merupakan hambatan dari dalam masyarakat itu sendiri, yang merupakan keengganan sebagian besar warga masyarakatuntuk terlibat langsung dalam suatu program kegiatan. Hal ini disebabkan karena keadaan sosiokultural, sosial-ekonoomi, rendahnyapendidikan, dan kurangnya sarana dan prasarana mereka yang belum memungkinkan untuk secara aktif menyuarakan keinginan mereka. Sedangkan hambatan yang sifatnya eksternal adalah karenaselama ini setiap ada program pemerintah biasanya sistemnya sendiri yang lebih menekankan perencanaan dari atas (top-down) atau strategi center-down, yang kurang memperhatikan masyarakay arus bawah. Akibatnya, yang dilakukan itu kadang-kadang menjadi tidak realistis dan mengalami stagnasi. Akibatnya juga
banyak program menghadapi kendala dalam pelaksanaannya seperti kendala yang telah diuraikan di atas. Sehingga partisipasi warga masyarakat sangat kurang. Proses dan persepsi seseorang tidak mudah diungkap secara lengkap dan rinsi, lebih-lebih apabila orang tersebut tidak bersikap terbuka. Banyak hal yang merupakan pengalaman seseorang dapat mempengaruhi makna hasil persepsi terhadap kegiatan hubungan antar manusia dalam masyarakat. Selain tergantung dari bentuk dan proses interaksinya, persepsi seseorang sangat tergantung pada banyak faktor yang membentuk pengalamannya dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Dalam kaitannya dengan program Keluarga Berencana sebagai usaha pemerintah mewujudkan masyarakat adil dan makmur, materiil, dan spirituil sesuai dengan
tujuan pokok yang dirumuskan dalam pembahasan dan batang tubuh UUD 45, makapartisipasi aktif warga masyarakat juga akan sangat ditentukan oleh persepsinya
terhadap program Keluarga Berencana yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi dan budayanya yang khusus. Penelitian ini akan mengambil Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai wilayah kajiannya. Sebagai satu wilayah yang dapat dikatakan daerah perbatasan / daerah sub-urban antara desa dengan kota, karena wilayah tersebut terletak di Kabupaten Bantul paling Utara
berbatasan dengan wilayah kota paling selatan. Jumlah orang yang masuk/migrasi di wilayah ini terlihat sangat tinggi sehingga sangat berpengaruh terhadap jumlah penduduk. Dan hal tersebut tentunya akan berdampak begi sektor kehidupan lain.

1.2. RUMUSAN MASALAH
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini.
Adapun Rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut: bagaimana persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap program Keluarga Berencana?

1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengeksplorasi persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap program keluarga berencana di Kelurahan Dukuh Setro Kecamatan Tambaksari Surabaya.

1.4. MANFAAT PENELITIAN
Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitaian yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang urgen bagi :
1. Peneliti
a. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap keluarga berencana
b. Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat termotivasi untuk meningkatkan membangun persepsi positif bagi masyarakat.

2. Keilmuan
Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran kususnya tentang pengembangan konsep keluarga berencana dan dapat memberikan kontribusi keilmuan bagi disiplin keilmuan. 
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi
2.1.1. Definisi
Menurut Davidoff, persepsi merupakan cara kerja atau proses yang rumit dan aktif, karena tergantung pada sistem sensorik dan otak (Davidoof, 1988: 237).
Persepsi sosial sering diartikan sebagai proses mempersepsi objek-objek dan peristiwa sosial individu untuk mencoba memahami apa yang tampak dan tidak tampak pada alat inderanya. Persepsi sosial melibatkan proses mempersepsi orang lain, penampilan fisik, aspek-aspek psikologi serta perilakunya.
Persepsi yang dihasilkan oleh individu sangat subjektif karena dipengaruhi oleh perasaan, nilai-nilai dan kepercayaan yang dimiliki oleh individu. Sehingga tidak heran jika ada suatu objek dipersepsikan berbeda oleh masing-masing orang yang mengamatinya.

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi
2.1.2.1.Faktor Internal/Personal
Meliputi motivasi, kebutuhan, emosi dan pengalaman masa lalu yang dimiliki individu. Pengaruh faktor personal dalam persepsi sosial biasanya akan lebih menyulitkan daripada membantu proses persepsi yang dilakukan oleh individu. Misal: faktor kepribadian, orang yang mempunyai kepribadian positif cenderung menilai positif orang lain.
  

2.1.2.2. Faktor Eksternal/Situasional

Menurut Thompson&Debolt (1971) faktor ini meliputi kejadian-kejadian eksternal serta nilai/norma yang ada di sekitar individu (masyarakat).

Pengaruh faktor situasional pada persepsi sosial dapat dilihat dari dua faktor yaitu, deskripsi verbal dan pesan non-verbal.
1). Deskripsi verbal yaitu, proses untuk menggambarkan objek dengan kata-kata akan sangat mempengaruhi persepsi yang dihasilkan. Misal: Paijo adalah anak yang rajin, ramah, cerdas dan kleptomania; atau Paijo adalah anak yang kleptomania, rajin, ramah dan cerdas. Makna yang dihasilkan dari dua contoh akan berbeda karena ada hukum yang dinamakan primacy effect, keadaan dimana kata yang digunakan pertama kali untuk mendefinisikan objek akan menutupi sifat/makna kata selanjutnya.

2). Pesan non-verbal mempunyai fungsi untuk: repetisi, pengganti kata-kata, kontradiksi, komplemen dan memperkaya pesan non verbal, aksentuasi, menentukan makna komunikasi sosial, ekspresi cermat dari perasaan dan emosi serta sebagai alat sugesti yang efektif.
Namun komunikasi non-verbal biasanya dapat diketahui bila individu sudah mengenal lama orang lain.
Jenis Pesan Non-Verbal
a).Petunjuk Proksemik
Penggunaan jarak dan ruang. Jarak biasanya menunjukkan keakraban seseorang sedang ruang berkaitan dengan penggunaan lingkungan fisik disekitar individu, misal: rumah yang sering tertutup biasanya pemiliknya juga cenderung tertutup.
b).Petunjuk Facial
Berkaitan dengan mimik wajah dan rona muka. Misal: mimik wajah ketika orang merasa senang.
c).Petunjuk Gestural
Penggunaan sebagian anggota tubuh dalam komunikasi. Misal: tangan menengadah dimaknai sebagai tanda meminta.
d).Petunjuk Postural
Penggunaan seluruh tubuh.

2.1.3. Persepsi  Pada Masyarakat
Bagi manusia, persepsi merupakan suatu kegiatan yang pleksibel, yang dapat  menyesuaikan diri secara baik terhadap masukan yang berubah-ubah. Dalam  kehidupan sehari-hari, tampak bahwa persepsi manusia mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan dan budayanya. Dalam konteks ini, pengalaman-pengalaman pada berbagai kebudayaan yang berbeda dapat mempengaruhi bagaimana informasi penglihatan itu diproses. Pengalaman budaya berperan sangat penting dalam proses kognitif, karena tangapan dan pikiran yang merupakan alat utama dalam proses kognitif selalu bersumber darinya. Dengan demikian pengalaman seseorang yang merupakan akumulasi dari hasil berinteraksi dengan lingkungan hidupnya setiap kali dalam masyarakat, lokasi geografisnya, latarbelakang sosial-ekonomi-politiknya, keterlibatan religiusnya, sangat menentukan persepsinya terhadap suatu kegiatan dan keadaan. Karena kebudayaan dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berhubungan erat
dengan perilaku manusia dan kepercayaan, maka ia meliputi berbagai hal dalam kehidupan manusia, yang diantaranya adalah agama, pendidikan, struktur sosial ekonomi, pola kekeluargaan, kebiasaan mendidik anak, dan sebagainya. Dengan demkian dapat dikatakan bahwa kondisi kehidupan seseorang sehari-harinya sangat mempengaruhi persepsi pada setiap peristiwa sosial, dimana dalam setiap kegiatan sosial tersebut selalu melibatkan hubungan antar-subjek dan terbentuknya makna. Makna tersebut akan menentukan kesanggupan seseorang untuk terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan tertentu dalam masyarakatnya (Sutopo, 1996: 133). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi diintepretasikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Depdikbud, 1995:759). Persepsi selalu berkaitan dengan pengalaman dan tujuan seseorang pada waktu terjadinya proses persepsi. Ia merupakan tingkah laku selektif, bertujuan, dan merupakan proses
pencapaian makna, dimana pengalaman merupakan faktor penting yang menentukan
hasil persepsi (Sutopo, 1996:133). Tingkah laku selalu didasarkan pada makna sebagai hasil persepsi terhadap kehidupan para pelakunya. Apa yang dilakukan, dan mengapa seseorang melakukan berbagai hal, selalu didasarkan pada batasan-batasan menurut pendapatnya sendiri, dan dipengaruhi oleh latar belakang budayanya yang khusus (Spradly, 1980:137). Budaya yang berbeda , melatih orang secara berbeda pula dalam menangkap makna suatu persepsi, karena kebudayaan merupakan cara khusus yang membentuk pikiran dan pandangan manusia. Dari teori-teori di atas, dapat dikemukakan bahwa persepsi merupakan proses aktif, dimana masing-masing individu menganggap, mengorganisasi, dan juga
berupaya untuk mengintepretasikan yang diamatinya secara selektif. Oleh karena itu,
persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri seseorang pada saat ia menerima stimulus dari lingkungan dengan melibatkan indra, emosional, serta aspek kepribadian lainnya. Dalam proses persepsi itu, individu akan mengadakan penyeleksian, apakah stimulus individu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dikerjakannnya. Persepsi cenderung berkembang dan berubah, serta mendorong orang yang
bersangkutan untuk menentukan sikap, karena tidak hanya terdiri dari beingcognition yang pasif dan reseptif, tetapi juga jalan yang penuh keyakinan. Sifat aktif  menyebabkan seseorang mampu melihat realitas yang terdalam dan tidak mudah terkelabuhi oleh penampakan realitas yang semu. Persepsi yang tajam menyebabkan seseorang memahami realitas diri dan lingkungannya dalam suatu interaksi interrasionalitas dengan totalitas dan tidak mudah terjebak pada salah satu pandangan yang empirisme. Dalam kajian ini, persepsi masyarakat terhadap program Keluarga Berencana, tidak hanya dilihat sebagai proses penerimaan stimulus dari luar dirinya, tetapi juga sikap batin yang mengarahkan seseorang mampu melihat hakekat yang terdalam dari urgensi pelaksanaan program Keluarga Berencana yang diselenggarakan oleh pemerintah yang lebih bermakna. Persepsi positif masyarakat terhadap program Keluarga Berencana, akan sangat menentukan kesanggupan mereka untuk terlibat dan berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana secara berkesinambungan. Partisipasi itu sendiri, menurut Purwodarminto, adalah suatu kegiatan atau turut berperan serta dalam suatu program kegiatan (Purwodarminto,
1984: 453). Partisipasi merupakan proses aktif yang mengkondisikan seseorang turut serta dalam suatu kegiatan yang disebabkan oleh persepsi yang positif. Meskipun demikian, partisipasi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiologis-ekonomispolitis seseorang yang merupakan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat juga dapat berbeda-beda bentuknya. Tetapi dalam penelitian ini akan digambarkan secara komprehensif tampilan persepsi dan partisipasi dari masyarakat dalam studi kasus penelitian ini.
2.2. Partisipasi
2.2.1. Definisi Partisipasi
Menurut Bedjo (1996), yang dimaksudkan dengan partisipasi adalah: “Perilaku yang memberikan pemikiran terhadap sesuatu atau seseorang. Perilaku merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan pemilihan rangsangan yang dari luar lingkungannya
Pengertian lain tentang partisipasi juga dikemukakan oleh Slameto (1995) yang mengatakan bahwa partisipasi adalah: “Pemusatan energi psikis yang tertuju pada suatu obyek, dan juga meliputi banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktivitas yang sedang dilakukan”
            Dengan demikian, dapat dirumuskan bahwa partisipasi masyarakat dalam  program keluarga berencana adalah perilaku masyarakat yang dilaksanakan secara sadar untuk melakukan berbagai tindakan secara maksimal untuk mendukung keberhasilan program keluarga berencana.  Dalam hal ini adalah pencapaian program keluarga berencana yang tinggi pada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan bersama.

2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi
Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program, sifat faktor-faktor tersebut dapat mendukung suatu keberhasilan program namun ada juga yang sifatnya dapat menghambat keberhasilan program. Misalnya saja faktor usia, terbatasnya harta benda, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Angell (dalam Ross, 1967: 130) mengatakan partisipasi yang tumbuh dalam masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan seseorang dalam berpartisipasi, yaitu:
1. Usia
Faktor usia merupakan faktor yang memengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang ada. Mereka dari kelompok usia menengah ke atas dengan keterikatan moral kepada nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap, cenderung lebih banyak yang berpartisipasi daripada mereka yang dari kelompok usia lainnya.

2. Jenis kelamin
Nilai yang cukup lama dominan dalam kultur berbagai bangsa mengatakan bahwa pada dasarnya tempat perempuan[ adalah “di dapur” yang berarti bahwa dalam banyak masyarakat peranan perempuan yang terutama adalah mengurus rumah tangga, akan tetapi semakin lama nilai peran perempuan tersebut telah bergeser dengan adanya gerakan emansipasi dan pendidikan perempuan yang semakin baik.
3. Pendidikan
Dikatakan sebagai salah satu syarat mutlak untuk berpartisipasi. Pendidikan dianggap dapat memengaruhi sikap hidup seseorang terhadap lingkungannya, suatu sikap yang diperlukan bagi peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat.
4. Pekerjaan dan penghasilan
Hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena pekerjaan seseorang akan menentukan berapa penghasilan yang akan diperolehnya. Pekerjaan dan penghasilan yang baik dan mencukupi kebutuhan sehari-hari dapat mendorong seseorang untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan masyarakat. Pengertiannya bahwa untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan, harus didukung oleh suasana yang mapan perekonomian.
5. Lamanya tinggal
Lamanya seseorang tinggal dalam lingkungan tertentu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan tersebut akan berpengaruh pada partisipasi seseorang. Semakin lama ia tinggal dalam lingkungan tertentu, maka rasa memiliki terhadap lingkungan cenderung lebih terlihat dalam partisipasinya yang besar dalam setiap kegiatan lingkungan tersebut.



2.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Keluarga Berencana
Partisipasi masyarakat dalam mendukung program KB masih terlihat rendah. Hal ini terutama tampak pada partisipasi pria/suami.  Hal ini salah satunya disebabkan minimnya akses laki-laki terhadap perolehan informasi, pelayanan KB, dan kesehatan reproduksi.
Menurut Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM Issac Tri Oktaviatie, S.Ant, MSc, kurangnya promosi atau sosialiasi tentang KB pria dikarenakan kebijakan KB di Indonesia yang masih berfokus pada pencapaian target peserta KB perempuan. Perempuan masih tetap menjadi sasaran utama sosialisasi program KB dengan harapan istri yang akan mengkomunikasikan dan menegosiasikan pemakaian alat kontrasepsi (alkon) kepada suaminya.
“Hal ini tentunya menjadi tidak sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan peran serta pria dan kesetaraan gender dalam konteks keluarga berencana karena tidak secara serius menjadikan pria sebagai target sasaran program KB,” jelasnya, Jum’at (24/2) dalam diskusi “KB Pria di Indonesia: Program Setengah Hati” di Gedung Masri Singarimbun PSKK UGM
Aspek sosial budaya masyarakat Indonesia, lanjutnya, juga menjadi faktor penyebab rendahnya kesadaran pria untuk berperan menyukseskan program KB. Dari hasil penelitian yang dilakukan di kabupaten Gunung Kidul, diketahui bahwa masyarakat masih mempersepsikan KB merupakan tanggung jawab perempuan. Selain itu, pemakaian alat kontrasepsi kondom mengurangi kenyamanan saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan dibanding jenis-jenis alat kontrasepsi perempuan yang ada. Sementara metode vasektomi masih dipersepsikan sebagai bentuk pengkebirian dan akan mengurangi kekuatan pria. Pandangan yang keliru tentang vasektomi ini telah melahirkan stigma terhadap akseptor yang dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai pria takut isteri. Kekhawatiran juga muncul dari perempuan yang beranggapan dengan vasektomi justuru akan meningkatkan peluang suami untuk tidak setia pada pasangan karena tidak meninggalkan jejak.
Disamping hal itu, kata Isssac, penting untuk segera dilakukan advokasi anggaran daerah diupayakan lebih berpihak pada pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi perempuan mencakup KB pria. “PLKB juga diupayakan untuk lebih aktif dalam mempromosikan alat kontrasepsi pria, jangan hanya melimpahkan tanggung jawab sosialisasinya pada kader KB di masyarakat
            Keterlibatan pria didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria. Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa  partisipasi pria tidak hanya dalam hal pemakaian alat kontrasepsi saja, tapi juga dalam hal pengambilan keputusan berKB oleh istri ataupun dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pria tentang KB digunakan untuk membantu mensosialisasikan program-program KB.  Keterlibatan pria dalam KB diwujudkan melalui perannya berupa dukungan terhadap KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah anak dalam keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Keluarga Berkualitas 2015,  Partisipasi pria dalam Keluarga Berencana adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya.  Dalam hal ini dinyatakan bahwa keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk partisipasi pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yag lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya.
 

BAB III
Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Panggungharjo Sewon Bantul, dan difokuskan pada persepsi dan partisipasi masyarakat terhadap program Keluarga Berencana yang merupakan program pemerintah untuk memberi pelayanan sosial terhadap masyarakat secara menyeluruh. Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, yang lebih mengutamakan pada masalah proses dan makna/persepsi, maka jenis penelitian dengan strateginya yang cocok dan relevan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Dengan penelitian ini diharapkan dapat mengungkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penuh makna, yang juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk
angka maupun jumlah. Pada tiap-tiap obyek akan dilihat kecenderungan, polapikir, ketidakteraturan, serta tampilan perilaku dan integrasinya sebagaimana dalam studi kasus genetik (Muhadjir, 1996: 243).
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dengan wawancara mendalam menggunakan pertanyaan terbuka sebagai pedoman. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study). Karena permasalahan dan fokus penelitian sudah ditentukan dalam proposal sebelum terjun ke lapangan, maka jenis strategi penelitian ini secara lebih spesifik dapat disebut sebagai studi kasus terpancang (embedded case study research)(Yin, 1987: 136).
Dalam penelitian kualitatif, peneliti berhadapan dengan data yang bersifat khas, unik, idiocyncratic, dan multiinterpretable (Waluyo, 2000: 20). Data yang paling penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data kualitatif tidak bersifat nomotetik (satu data satu makna) seperti dalam pendekatan kuantitatif atau positivisme. Untuk itu, data-data kualitatif perlu ditafsirkan agar mendekati kebenaran yang diharapkan (Waluyo, 2000: 20).

Adapun jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Informan atau nara sumber yang terdiri dari para pelaksana program KB di Desa Panggungharjo Sewon Bantul.
2. Tempat dan aktivitas program KB yang diselenggarakan oleh BKKBN di Desa Panggungharjo Sewon Bantul sebagaimana studi kasus dalam penelitianini. Dalam hal ini dilakukan observasi mengenai kegiatan apa yang dilakukan masyarakat dalam pelaksanaan program KB yang merupakan program pemerintah dalam rangka memberikan pelayanan sosial pada masyarakat.
3. Teks yang berupa arsip dan dokumen resmi mengenai program KB, jadwal kegiatan program, foto-foto situs studi kasus, dan catatan-catatan lain yang relevan. Dalam menafsirkan teks yang bermacam-ragam ini, diperlukan dekontekstualisasi (proses pembebasan dari konteks). Teks bersifat otonom  yang didasarkan atas tiga hal, yaitu: maksud penulis; situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks; dan untuk siapa teks itu ditulis. Seorang peneliti harus “membaca dari dalam” teks yang ditafsirkannya itu. Tetapi
peneliti tidak boleh luluh ke dalam teks tersebut dan cara pemahamannya tidak boleh lepas dari kerangka kebudayaan dan sejarah dari teks itu. Karena itu distansi asing dan aspek-aspek subjektif-objektif dari teks-teks tersebut harus disingkirkan (Waluyo, 2000: 26)
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: wawancara, observasi langsung, dan mencatat dokumen (content analysis).Teknik cuplikan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling(Sutopo, 1996 : 138), atau lebih tepat disebut sebagai cuplikan dengan criterion-based selection yang tidak didapat ditemukan lebih dulu secara acak. (Moleong, 1999:165-166). Dalam hal ini peneliti memilih informan yang dianggap “mengetahui permasalahan yang dikaji” (dapat dipercayainformasinya).
Penelitian diawali dengan memilih informan, dalam hal ini informan yang paling mengetahui fokus penelitian, kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan untuk memperoleh data (Patton, 1980:38). Teknik cuplikan semacam ini lebih dikenal sebagai Internal Sampling(Moleong, 1999:90), maksudnya bahwa sampling tidak dimaksudkan untuk mewakili populasi tetapi mewakili informasinya, sehingga bila diinginkan usaha untuk generalisasi, kecenderungannya mengarah pada generalisasi teoritik (Sutopo, 1995:19).
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif (Miles dan Huberman, 1984). Dalam model analisis ini, tiga komponen analisisnya yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verivikasi, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses yang berlanjut, berulang, dan terus9 menerus hingga membentuk sebuah siklus. Secara skematis proses analisis
interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut.













Pengumpulan
Data

 





Reduksi data
 




Verifikasi / Penarikan
Kesimpulan

 








 










Gambar 1. Model Analisis Interaktif Milles dan Hubberman



DAFTAR PUSTAKA


Bedjo. 1996. Prhatian Orang Tua dari Keluarga dalam Pendidikan anak-anaknya. Majalah      
           Ilmiah Universitas Udayana. Bali: Universitas Udayana.




Slameto. 1995. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhi, Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar